Thursday, October 13, 2011

memory

Senja itu, sang kakek menatap dari jendela kamarnya. Melihat anaknya sedang bercanda tawa dengan cucunya di halaman depan rumah. Dari matanya terpancar kesepian dan kerinduan yang mendalam.
Lalu ia beranjak dari kursinya dan berjalan menuju tempat tidurnya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya.
Suara canda tawa yang mengisi seluruh ruangan membuatnya kembali mengingat masa lalu.
Sewaktu ia masih muda,
sewaktu pertama kali ia bertemu dengan cintanya,
sewaktu ia tegang saat mengucapkan janji nikahnya,
sewaktu ia gelisah menunggu kelahiran anak pertamanya.
Kemudian sang kakek terdiam sejenak.

Ia mengarahkan pandangannya ke figura kecil yang berdiri di atas meja di sebelah tempat tidurnya.
Cahaya matahari senja memantulkan foto di figura itu. Sosok wanita muda, yang energik. Senyumnya sehangat sinar matahari senja ini. Umurnya kira-kira 34 tahun saat foto itu diambil.

"My lady, sudah 19 tahun sejak kamu pergi meninggalkanku. Dapatkah kau lihat anak cucu kita sekarang? Suara tawa mereka sama sepertimu." Tatapan sang kakek begitu lembut saat memandangi foto istrinya. Penuh cinta dan kerinduan yang dalam.
"19 tahun.... dapatkah kau membayangkan perasaanku? dulu, sehari pun aku tak sanggup jauh darimu." Sang kakek terdiam sambil tersenyum miris.
"Hidupku sepi tanpamu. Sampai kapan kau akan menyiksaku seperti ini?"

Sang kakek terhenyak di kasurnya.
Berbaring sebentar untuk menutup matanya yang lelah, mengistirahatkan kepala dan hatinya yang terlalu merindu istrinya.

Tak terasa langit sudah gelap ketika sang kakek terbangun dari tidurnya.
Pipinya basah karena air mata, dan foto istrinya masih didalam pelukannya.

- tok, tok, tok -

Suara pintu diketuk, dan anak perempuannya masuk ke dalam.
"Pa, makan dulu yuk." Suaranya lembut dan ringan. Senyumnya menentramkan perasaan yang gundah sekalipun. Sungguh membuat sang kakek teringat kepada mendiang istrinya.
Anaknya meletakkan nampan makanan di meja sebelah kasur, dan membantu papanya mendekat ke arah meja tersebut.

Setelah makan, sebelum anaknya keluar dari kamar, sang kakek berkata,
"Sungguh aku sudah tidak memiliki penyesalan dalam hidupku.
Semuanya benar seperti apa yang aku harapkan.
Sekarang aku dapat beristirahat dalam damai."

Anaknya terdiam dan tertunduk sebentar, lalu kembali menatap ke wajah papanya dan tersenyum.
Lalu ia pun keluar dari ruangan itu.
Ada yang aneh disenyumnya.
Tidak seperti biasanya, senyumnya seperti tertahan oleh suatu hal.
Ia tampak tidak rela, tapi disisi lain, ia juga mengerti akan hal itu.
Air matanya jatuh ke pipinya, yang dengan sigap di bersihkan dengan tangannya.
Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri sebelum kembali ke ruang keluarga dengan anak serta suaminya.

Sang kakek, berbaring dalam gelapnya malam dan ruangan yang remang-remang, memandangi foto mendiang istrinya dengan cahaya rembulan.
"My Lady..., I love you from my first sight..., 'till my last sight....."

- - - - - - - - - - -

Di dalam mimpinya, sang kakek melihat sesosok punggung yang ia kenal, yang ia rindukan selama 19 tahun.
Sosok itu pun berbalik, dan angin menyibakkan rambutnya yang panjang kecoklatan.
Gaunnya yang putih tampak berkilau diterpa cahaya mentari fajar.
Wajahnya tidak berubah sedikitpun dari yang diingat sang kakek.
Dengan senyumnya yang khas, ia mengarahkan tangannya ke arah sang kakek.
Sang kakek meraihnya, menggenggamnya dan bertekad takkan melepasnya kali ini.
Wanita itu pun merasakan betapa kuat pegangan tangan lelaki itu, dan tertawa kecil.
Ia menarik lelaki itu bangun dari kursinya, dan tuxedo hitamnya berkibar tertiup angin.
Tapi angin tidak merusak dandanan rambutnya yang rapih dan gagah.
Wajah tampannya dihiasi senyum kebahagiaan.
Mereka melangkah ke altar pernikahan.
Mengulangi janji nikah yang diucapkan 62 tahun lalu.
Dalam ikatan cinta abadi...




with love,

Noy

No comments:

Post a Comment